Sejak ia mengajar musik di SMP Purna Karya Bhakti Madiun pada 1978, hingga pensiun pada 2002 lalu, Sartono tetap menyandang guru honorer. Ia tak punya gaji pensiunan, karena statusnya bukan guru Pegawai Negeri Sipil (PNS).
Sartono, Pencipta Hymne Guru Tutup Usia https://t.co/megivZQil2
— Koran Tempo (@korantempo) 1 November 2015
Laki- laki yang lahir Madiun 9 Mei 1936 tersebut tinggal rumah sederhana di Jalan Halmahera 98, Kelurahan Oro-Oro Ombo, Kecamatan Kartoharjo, Kota Madiun, telah memunculkan sebuah kebanggaan terhadap profesi guru.Setiap hari Guru atau seremonial hari yang berhubungan dengan pendidikan lagu Hymne guru ini selalu dinyanyikan. Istilah ‘pahlawan tanpa tanda jasa’ kemudian menjadi ikon yang disematkan kepada para guru.
Siapa sangka bila ‘sang pahlawan’ yang tanpa tanda jasa itu sejatinya dialami si pencipta lagu tersebut. Ya, Sartono, pencipta lagu yang juga guru itu di masa senjanya hidup dalam kesederhanaan. Dan sampai akhir hidupnya Sartono statusnya hanya sebagai guru Honorer.
Selamat jalan Pak Sartono: (ki-ka) Isteri Sartono, Irjen Kemdikbud Daryanto dan Sesditjenbud Nono S, RSUD Madiun. pic.twitter.com/orVMWQ4vud
— Kemdikbud (@Kemdikbud_RI) 1 November 2015
Dilansir dari lensaindonesia.com, Sartono sering mengajukan dirinya untuk menjadi pegawai negeri sipil, namun sampai ia meninggal status Guru PNS tetap saja tidak diperolehnya.Sartono memang minder dengan latar belakang pendidikannya yang tak tamat SMA. Ia mengajar di SMP Purna Karya Bhakti, yang belakangan lebih dikenal sebagai SMP Kristen Santo Bernadus, berbekal bakatnya di bidang musik. Sartono yang beragama Islam itu melamar di Santo Bernadus berbekal sertifikat pengalaman kerja di Lokananta, perusahan pembuat piringan hitam di Solo, Jawa Tengah.
Telah berpulang pencipta lagu "Hymne Guru" Sartono (79) di Madiun, sosok yg mengangkat citra para pendidik. pic.twitter.com/TtHjLzL7l0
— Radio Elshinta (@RadioElshinta) 1 November 2015
Hidup serba dalam kesempitan, tak membuat Sartono meratapi nasib. Ia merasa terhibur, dengan kebersamaan dengan Damiyati, BA, 59 tahun, isterinya yang guru PNS. Damiyati dinikahi Sartono pada 1971. Dari pernikahan mereka belum jua dikaruniai anak. Sehingga mereka mengasuh dua orang keponakan.Damiyati yang juga guru, juga seniman biasa manggung bersama Ketoprak Siswo Budoyo Tulungagung, di masa mudanya. Kehidupan sehari-harinya kini hanya dari pensiun istrinya yang tak lebih dari dari Rp 1 juta. Sartono sendiri kala masih aktif mengajar, gajinya pada akhir pengabdiannya sebagai guru seni musik cuma Rp 60.000 per bulan.
“Gaji saya sangat rendah, bahkan mungkin paling rendah diantara guru-guru lainnya,” katanya mengenang masa lalunya. Kala masih kuat, Sartono menambal periuk dapurnya dengan mengajar musik.
Sepekan sekali, Sartono yang pandai bermain piano, gitar, dan saksofon, ini rutin mengajar kulintang di Perhutani Nganjuk, sekira 60 kilometer dari rumahnya di Madiun.
Mengenang dan Mendokan Pak Sartono, Pencipta Lagu Hymne Guru,31|10|2015: https://t.co/tROhaxPrMt melalui @YouTube
— Nur AtikahH (@nratikahhdynti) 31 Oktober 2015
Sartono meninggal dunia di Rumah Sakit Umum Daerah Kota Madiun, Minggu (01/11/2015).Sang maestro menghembuskan nafas terakhir sekitar pukul 12.40 WIB karena menderita komplikasi gejala stroke, jantung, kencing manis, dan penyumbatan pembuluh darah di otak.
Inilah kisah Sartono seorang guru yang sampai akhir hidupnya tetap menjadi guru honorer. Ia pantas untuk diberi gelar Pahlawan Tanpa Tanda Jasa. Bagi saya dialah sosok guru terbaik.
0 komentar:
Ayo Komen dan Diskusi